Cyber
Law
Cyber
law adalah seperangkat aturan hukum tertulis yang berlaku di dunia maya. Cyber
law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga negaranya karena dianggap
aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah menyentuh kehidupan yang
sebenarnya (riil). Mungkin bila kita melihat bila di dunia maya ini telah ada
suatu kebiasaan-kebiasaan yang mengikat ‘masyarakatnya’, dan para Netizens
(warga negara dunia maya) telah mengikuti aturan tersebut dan saling
menghormati satu sama lain. Mungkin tidak perlu sampai ada cyber law, karena
dianggap telah terjadi suatu masyarakat yang ideal dimana tidak perlu adanya
‘paksaan’ hukum dan penjamin hukum.
Dilihat dari ruang
lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan
subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
"online" dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena
itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang
menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan,
kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi,
pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam
aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e
learning, e-health, dan sebagainya.
Dengan
demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya
semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang
melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service
providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan
Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang
rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Jadi Cyber Law adalah kebutuhan kita bersama. Cyber
Law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis internet, para
akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga keberadaannya harus kita dukung.
Setiap
negara memiliki cyberlaw masing-masing. Berikut ini perbandingan
cyberlaw yang dimiliki oleh 4 Negara ASEAN:
Perbedaan
cyberlaw indonesia dengan beberapa negara
Cyberlaw
di Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE)
atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam
hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis
diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan
diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti
yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan
oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian
dan Permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Pasal 32: Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia.
Pasal 33: Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?).
Pasal 35: Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?).
Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 Milliar
rupiah. Di Indonesia, masalah tentang perlindungan
konsumen,privasi,cybercrime,muatan online,digital copyright,penggunaan nama
domain dan kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Namun, masalah spam dan online dispute resolutionbelum mendapat
tanggapan dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Cyberlaw
di Malaysia
Pada tahun 1997 Malaysia telah mengesahkan dan
mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek
dalam cyberlaw sepertiThe Computer Crime Act (1997), UU Tandatangan
Digital, Communication And Multimedia Act (1998), Digital Signature
Act (1997). Selain itu, ada juga perlindungan hak cipta dalam internet
melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
The Computer Crime Act mencakup mengenai kejahatan
yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime di negara Malaysia tidak
hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan
internet. Akses secara tak terotorisasi pada material computer juga termasuk
cybercrime. Jadi, jika kita menggunakan komputer orang lain tanpa izin dari
pemiliknya maka termasuk di dalam cybercrime walaupun tidak terhubung dengan
internet.
Isi dari The Computer Crime Act mencakup
hal-hal berikut ini:
·
Mengakses material komputer tanpa ijin.
·
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain.
·
Memasuki program rahasia orang lain melalui
komputernya.
·
Mengubah / menghapus program atau data orang
lain.
·
Menyalahgunakan program / data orang lain
demi kepentingan pribadi.
Hukuman atas pelanggaran UU ini adalah denda sebesar lima
puluh ribu ringgit (RM50,000) atau sekurang-kurangnya 5 tahun hukuman
kurungan/penjara sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut
(Malaysia). Di Malaysia masalah perlindungan konsumen,cybercrime,muatan
online,digital copyright, penggunaan nama domain,kontrak elektronik sudah
ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Namun, masalah privasi,spam dan online
dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
Cyberlaw
di Singapore
Beberapa cyberlaw di Singapura adalah The Electronic
Act (UU Elektrinik) 1998 dan Electronic Communication Privacy
Act (UU Privasi Komunikasi Elektronik) 1996. The Electronic
Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka
yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di
Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian
untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura. UU ini dibuat dengan tujuan:
·
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan
arsip elektronik yang dapat dipercaya.
·
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan
dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin /
mengamankan perdagangan elektronik.
·
Memudahkan penyimpanan secara elektronik
tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
·
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang
sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan
penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
·
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan
dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
·
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi The
Electronic Transactions Act mencakup hal-hal berikut:
Kontrak Elektronik: didasarkan pada hukum dagang online
yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan: mengatur mengenai
potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik: Hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber
crime,spam,muatan online,copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Namun,
masalah perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya
tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
Cyberlaw
di Thailand
Pemerintah Negara Thailand sudah menentapkan hokum
kontrak elektronik dan cybercrime. Hukum privasi, spam, digital copyright dan
ODR sudah dalam tahap rancangan. Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara
Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya
hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR
sudah dalalm tahap rancangan.
Computer
Crime Act ( malaysia )
Adalah sebuah undang-undang untuk menyediakan
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan computer di
malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas keprihatinan
pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan penggunaan computer
dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer)
merupakan Cyber Law(Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan
mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan
komputer.Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan
oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan
dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan
dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan
komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk
kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung
dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses
komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi
terjadi.
Council
of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan
mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional
dalam mewujudkan hal ini.
Counsil of Europe Convention on Cyber Crime merupakan
hukum yang mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di
Eropa yang berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam
menangani segala tindak kejahatan dalam dunia IT. Council of Europe Convention
on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI)
pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime juga terbuka
bagi bagi Negara non eropa untuk menandatangani bentu kerjasama tentang
kejahatan didunia maya atau internet terutama pelanggaran hak cipta atau
pembajakkan dan pencurian data.
Jadi tujuan adanya konvensi ini adalah untuk meningkatkan
rasa aman bagi masyarakat terhadap serangan cyber crime, pencarian jaringan
yang cukup luas, kerjasama internasional dan penegakkan hukum internasional.
sumber :
http://chelamutia.blogspot.com/2014/04/cyberlaw.html